Hak Cipta Dilindungi. Diberdayakan oleh Blogger.
 
Selasa, 25 Juni 2013

Chord Gitar Maher Zain Love Will Prevail

2 komentar
Intro : 
C Am F G 
C Am F G

C                              Am
There's no fear in my heart
F
Got nothing left to lose
G
I saw my loved ones die
C                         Am
Oh, I swear that I won’t give in
F
By God you’ll never win
G
I’ll fight for what’s right
Am                       F
And nothing can stand in my way
Am                F
Even if I get knocked down
Am                    C
I will stand my ground
Chorus:

And I’ll never
C             Am
Hide or run away
F
Love will prevail
              C
By God it will
     Am
Love will prevail
F
I refuse to fail
C
Love will prevail

C                           Am
Life’s become so cheap
F
So many orphans weep
G
They forgot how to smile
C                          Am
Oh, I cannot understand
F
Just how somebody can
G
Murder an innocent child
Am                                             F
I swear their lives won’t be lost in vain
Am                         F
Even if I get knocked down
Am                         G
I will stand my ground
Chorus:

And I’ll never
C             Am
Hide or run away
F
Love will prevail
              C
By God it will
     Am
Love will prevail
F
I refuse to fail
Dm
Love Will Prevail

Dm
God made me free
Am
You can’t take that away from me
F
Freedom is my destiny
Dm
I have a dream
Dm
And my dream is to see
Am
To see all my people smile
F
See all of them free and proud
Dm
I feel the wind of peace
G
‘Cause with hardship comes ease
C                              Am
That’s why I won’t lose faith
C
And I know that God is Great


So, I’ll never
C             Am
Hide or run away
F
Love will prevail
              C
By God it will
     Am
Love will prevail
F
I refuse to fail
C
Love will prevail

C              Am
I won’t run away
F
Love will prevail
              C
By God it will
     Am
Love will prevail
F
I refuse to fail
C
Love will prevail

Lyrics: Bara Kherigi & Maher Zain
Melody & Arrangement: Maher Zain

Lyrics are taken fromhttp://www.islamiclyrics.net/maher-zain/love-will-prevail/
Read more...
Sabtu, 03 November 2012

Dajjal, Sang Pendusta Besar

0 komentar

Ketika Musailamah muncul mengaku sebagai seorang nabi, umat islam geger. Akhirnya kemenangan pun tetap di tangan umat islam. Walaupun demikian,  dalam lintasan sejarah, muncul lagi nabi-nabi palsu seperti Thulaihah dan lain-lain. Sebagian mereka ada yang bertaubat dan menjadi muslim yang baik. Di masa kita ini, terkenal juga seorang Mirza Gulam Ahmad yang mengaku sebagai nabi, dan hingga sekarang masih ada pengikutnya.
Dan di akhir zaman nanti, tidak hanya nabi palsu yang bikin geger. Tetapi ada orang yang mengaku-ngaku sebagai Tuhan, cobaan ini tentu lebih berat, karena Tuhan gadungan ini memiliki keajaiban dan pengikut yang banyak. Tuhan palsu ini lebih terkenal dengan sebutan Dajjal.
Sejak beberapa abad yang lampau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan tentang tanda-tanda kedekatan hari kiamat. Banyak tanda-tanda yang beliau sebutkan. Dan satu demi satu tanda-tanda tersebut terjadi persis seperti yang beliau sebutkan. Salah satunya tanda bahwa hari kiamat telah benar-banar dekat adalah turunnya Dajjal. Sang pendusta besar yang mengaku sebagai Tuhan, ia meminta agar manusia memujanya.
Siapa Dajjal?
Ad-Dajjal diambil dari kata “dajala” yang artinya berdusta, karena Dajjal mengaku sebagai Tuhan dan itu merupakan pendusta yang paling besar. Dajjal akan keluar dari arah timur, di Khurasan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Dajjal akan keluar dari bumi ini bagian timur yang bernama Khurasan.” (Jami’ At-Tirmidzi, Al-Albani berkata, “Shahih”). Kemudian Dajjal akan tinggal di bumi selama 40 hari, sehari seperti setahun, yang sehari seperti sebulan, dan yang sehari lagi sejum’at, dan hari-hari lainnya seperti hari biasa.
Dajjal adalah seorang laki-laki dari anak adam yang memiliki beberapa sifat. Rasulullah telah memberitahukan dalam beberapa hadits agar manusia mengetahuinya dan berhati-hati terhadapnya. Sehingga apabila kelaki ini muncul maka orang-orang mukmin dapat mengenalnya serta tidak terfitnah olehnya.Dia adalah seorang muda yang berkulit merah, pendek berambut keriting, dahinya lebar, pundaknya bidang, matanya yang sebelah kanan buta dan matanya ini tidak menonjol keluar juga tidak tenggelam, seolah olah buah anggur yang tak masak. Yang berikut hadits Nabi berkenaan dengan Dajjal.
Dari Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Ketika saya sedang tidur saya bermimpi melakukan thawaf di Baitullah...” Lalu beliau mengatakan bahwa melihat Isa Ibnu Maryam, kemudian melihat Dajjal dan menyebutkan ciri-cirinya dengan bersabda, ‘Dia itu seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah, berambut keriting, matanya buta sebelah, dan matanya itu seperti buah anggur yang tak masak.’(Riwayat Al Bukhari)
Buta Sebelah Mata
Hadits riwayat Anas Bin Malikia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seorang Nabi kecuali ia telah memperingatkan kaumnya terhadap sang pendusta yang buta sebelah mata. Ketauhilah bahwa Dajjal itu buta sebelah matanya sedangkan Tuhanmu tidak buta sebelah mata. Dan diantara kedua matanya tertulis kaaf, faa, raa.” (Riwayat Muslim)
Surga Adalah Neraka
Ciri-ciri Dajjal adalah buta mata kirinya, rambut lebat, ia akan menguji manusia dengan surga dan neraka. Namun jangan percaya, surga yang ia bawa sebenarnya neraka. Hadits riwayat Hudzalifah ia berkata, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dajjal itu buta mata kirinya, berambut lebat, ia membawa surga dan neraka, nerakanya adalah surga dan surganya adalah neraka.” (HR. Muslim)
Dajjal Dan Lelaki Muslim
Hadits riwayat Abu Said Al-Khudri ia berkata, “Suatu hari Rasulullah pernah bercerita panjang tentang Dajjal. Diantara yang beliau ceritakan kepada kami adalah : Ia akan datang tetapi ia diharamkan memasuki jalan-jalan madinah, kemudian ia tiba ditanah lapang tandus yang berada di dekat Madinah. Lalu pada hari itu keluarlah seorang lelaki yang terbaik diantara manusia atau termasuk manusia terbaik menemuinya dan berkata: Aku bersaksi bahwa kamu adalah Dajjal yang telah diceritakan Rasulullah kepada kami. Dajjal berkata: Bagaimana pendapat kalian jika aku membunuh orang ini lalu menghidupkannya lagi, apakah kamu masih meragukan perihalku? Mereka berkata: Tidak! Maka Dajjal membunuhnya lalu menghidupkannya kembali. Ketika telah dihidupkan, lelaki itu berkata: Demi Allah, aku sekarang lebih yakin tentang dirimu dari sebelumnya. Maka Dajjal itu membunuhnya kembali , namun ia tidak kuasa melakukannya.” (Riwayat Muslim)
Keluarbiasaan yang ada pada diri Dajjal tersebut benar adanya bukan khayalan dan bukan pula kiasan. Hal-hal luar biasa tersebut memang ada pada diri Dajjal sebagai ujian dan cobaan bagi iman manusia diakhir zaman nanti.
Matinya Dajjal
Matinya Dajjal berkaitan dengan munculnya tanda besar hari kiamat yang lain, yaitu munculnya Imam Mahdi dan turunya Nabi Isa. Ketika pasukan muslimin yang dipimpin oleh Imam Mahdi terjepit disebuah bukit, mereka memohon pertolongan kepada Allah, hingga turunlah Isa Ibnu Maryam, beliaulah yang akan membunuh Dajjal. “Ibnu Maryam akan membunuh Dajjal di pintu Lod.” (Al-Fathur Rabbani Tartib Musnad Ahmad 24:83)
Abu Umamah Al-Bahli berkata,”Rasulullah pernah berkhutbah kepada kami dan kebanyakan isi khutbah beliau membicarakan masalah Dajjal, dan beliau memperingatkan kami terhadap Dajjal ini. Lalu beliau menyebutkan keluarnya Dajjal dan turunnya Isa untuk membunuhnya. Beliau bersabda, ’Isa berkata, ’Bukakan pintu!’ Lalu dibukakanlah pintu, maka di belakang pintu terdapat Dajjal dan 70.000 orang Yahudi, yang masing-masing membawa pedang tebal dan tajam. Apabila Dajjal melihat Isa luluhlah ia seperti garam dalam air, dan ia berlari segera. Isa berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya aku akan memukulmu dengan satu pukulan yang tak dapat kau mendahuluiku.‘ Lalu bermulailah beliau dengannya di pintu Ludd sebelah timur, lantas beliau bunuh dia...”(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad, Abu Dawud).
Read more...
Minggu, 22 Januari 2012

Jejak Islam di Sulawesi Selatan

2 komentar
Sejarah masuknya Islam di Sulawesi Selatan hampir pasti selalu dikaitkan dengan datangnya tiga ulama dari Minangkabau; Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro dan Datuk ri Patimang. Ini dapat dimaklumi karena titik pijaknya adalah ketika Islam secara resmi diakui sebagai agama negara oleh kerajaan Gowa. Kalau ini dijadikan dasar pijakan, maka Islam datang ke Sulawesi Selatan pada tahun 1605 setelah kedatangan tiga orang ulama tersebut.
Tetapi kalau titik pijaknya adalah kedatangan para sayyid atau cucu turunan dari nabi maka jejak-jejak keislaman di Sulawesi Selatan sudah ada jauh sebelum itu yaitu pada tahun 1320 dengan kedatangan sayyid pertama di Sulawesi Selatan yakni Sayyid Jamaluddin al-Akbar Al-Husaini.
Siapa Jamaluddin al-Akbar al-Husaini? Dia adalah cucu turunan nabi atau ahl al-bayt yang pertama kali datang ke Sulawesi Selatan. Dia juga merupakan kakek kandung dari empat ulama penyebar Islam di Jawa yang lebih dikenal dengan wali songo yaitu Sayyid Maulana Malik Ibrahim, Sayyid Ainul Yaqin atau Sunan Giri, Sayyid Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel dan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Padahal memelihara peninggalan para 'auliya Allah sama dengan meninggikan ayat-ayat Allah
Padahal memelihara peninggalan para 'auliya Allah sama dengan meninggikan ayat-ayat Allah
Seperti dijelaskan oleh salah seorang ulama yang tergabung dalam Rabithatul Ulama (RU), cikal bakal NU di Sulawesi Selatan, KH. S. Jamaluddin Assagaf dalam bukunya, Kafaah dalam Perkawinan dan Dimensi Masyarakat Sulsel bahwa Jamaluddin al-Akbar al-Husaini datang dari Aceh atas undangan raja Majapahit, Prabu Wijaya. Setelah menghadap Prabu Wijaya, ia beserta rombongannya sebanyak 15 orang kemudian melanjutkan perjalanannya ke Sulawesi Selatan, tepatnya di Tosora kabupaten Wajo melalui pantai Bojo Nepo kabupaten Barru. Kedatangan Jamaluddin al-Husaini di Tosora Wajo diperkirakan terjadi pada tahun 1320. Tahun ini kemudian dianggap sebagai awal kedatangan Islam di Sulawesi Selatan.
Kiai Jamaluddin lalu mengutip keterangan dari kitab Hadiqat al-Azhar yang ditulis Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fattany, mufti kerajaan Fathani (Malaysia) bahwa dari isi daftar yang diperoleh dari Sayyid Abd. Rahman al-Qadri, Sultan Pontianak dinyatakan bahwa raja di negeri Bugis yang pertama-tama masuk Islam bernama La Maddusila, raja ke 40 yang memerintah pada tahun 800 H/1337 M. Sayangnya tidak dijelaskan di daerah Bugis mana dia memerintah dan siapa yang mengislamkan. Namun penulis kitab tersebut menduga bahwa tidaklah mustahil bila yang mengislamkan raja yang dimaksud adalah Sayyid Jamaluddin al-Husaini. Mengingat kedatangan ulama tersebut di daerah Bugis persis dengan masa pemerintahan raja itu. (KH. S. Jamaluddin Assagaf, tt: 26).
Keterangan serupa juga diberikan oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bahwa sebelum para wali songo yang dipimpin oleh Sunan Ampel menduduki Majapahit, Sayyid Jamaluddin al-Husaini yang mula-mula tinggal di daerah Cepu Bojonegoro telah lebih dulu masuk ke ibukota Majapahit dan kemudian mendapat tanah perdikan. Dengan kemampuan yang tinggi dalam mengorganisasikan pertanian, Jamaluddin al-Husaini berhasil menolong banyak orang Majapahit yang akhirnya masuk Islam. Dari situ ia naik ke gunung Kawi. Kemudian melanjutkan perjalanannya ke Sengkang, ibukota kabupaten Wajo saat ini (Abdurrahman Wahid, 1998: 161).
Lalu mengapa nama Jamaluddin al-Husaini tak pernah ditemukan jejaknya dalam sejarah. Padahal perannya cukup penting dalam proses islamisasi di Sulawesi Selatan. Bahkan sebelum para wali songo menyebarkan Islam di Jawa, Jamaluddin al-Husaini telah memulainya dan konon wali songo sempat berguru kepadanya. Nah, ketika Datuk ri Bandang hendak memenuhi undangan raja Gowa untuk menyebarkan Islam di kerajaannya, terlebih dahulu meminta pertimbangan gurunya Sayyid Ainul Yaqin atau Sunan Giri. Sang guru tentu saja gembira mengingat agama Islam telah di bawa lebih dahulu oleh kakeknya, Sayyid Jamaluddin al-Husaini pada tahun 1320 M di daerah Bugis Sulawesi Selatan (KH. Jamaluddin, op. cit: 31).
Boleh jadi karena Jamaluddin al-Husaini tidak pernah bersentuhan langsung dengan kerajaan Gowa-Tallo yang diketahui merupakan salah satu kerajaan yang terbesar saat itu di Sulawesi Selatan sehingga proses islamisasi di Sulawesi Selatan tidak dikaitkan dengan dirinya. Yang jelas, sejarah Islamisasi di Sulawesi Selatan sesungguhnya tidaklah tunggal.
Yang menarik kemudian, dalam beberapa versi “resmi” tentang masuknya Islam di kerajaan Gowa-Tallo disebutkan bahwa sebelum Datuk ri Bandang tiba di Tallo, raja Tallo Sultan Abdullah diberitakan telah memeluk Islam dan yang mengislamkan adalah nabi sendiri. Konon nabi menampakkan dirinya dan menemui Sultan Abdullah. Nabi lalu menuliskan kalimat syahadatain lalu meminta kepada sang raja untuk memperlihatkan kepada tamunya yang datang dari jauh. Setelah tamunya datang ke Tallo, Sultan pun menemui tamu itu yang tak lain adalah Datuk ri Bandang. Dia lalu memperlihatkan tulisan yang ada di tangannya kepada tamunya. Tamu itu pun heran. Ternyata, Islam sudah ada di sini sebelum kami datang, kata sang tamu. Lalu raja mengisahkan hal ihwal pertemuannya dengan nabi. Karena itu, ada ungkapan yang berbunyi mangkasaraki nabbiya. Ungkapan tersebut menyatakan bahwa nabi telah menampakkan dirinya di Makassar. Dan asal-usul dinamakannya daerah ini dengan Makassar besar kemungkinan dari ungkapan tersebut. Sayangnya oleh beberapa sejarawan seperti J. Noorduyn yang menulis tentang Islamisasi di Makassar, cerita ini dianggap dongeng dan harus berhati-hati mengutipnya (Noorduyn, 1972: 31).
Ini kemudian menjadi menarik karena bukan sekedar perbedaan pendapat mengenai sejarah islamisasi di Nusantara atau Sulawesi secara khusus. Tapi bagaimana akar polarisasi keberagamaan sampai pada nalar agama, itu bisa dilacak dari proses islamisasi itu. Misalnya, ada perbedaan model dakwah yang dikembangkan oleh Jamaluddin al-Husaini dengan Datuk ri Bandang dkk. Ketika tiba di Tosora Wajo, dia dan para pengikutnya justru tidak mendakwahkan Islam. Sayyid Jamaluddin justru mengadakan pencak silat secara tertutup dengan para pengikutnya. Masyarakat sekitar pun ingin mengetahui pertemuan apa gerangan yang diadakan tiap sore itu. Akhirnya tersiarlah kabar bahwa yang dilakukan tamu-tamu itu adalah permainan langka yang dalam bahasa Bugis berarti suatu permainan gerakan yang bisa menjadi pembelaan diri bila mendapatkan serangan musuh. Karena yang memainkan permainan langka itu orang Arab (keturunan Arab) sehingga masyarakat setempat menamainya dengan langka arab.
Masyarakat pun kemudian memohon menjadi anggota agar dapat ikut dalam permainan langka itu. Karena permainan latihan berlanjut hingga malam hari, selepas magrib, Sayyid Jamaluddin dan rombongannya shalat. Masyarakat setempat yang ikut latihan juga turun shalat meskipun sekedar sebagai latihan. Meskipun pada akhirnya peserta latihan itu banyak yang mengucapkan syahadatain.
Masjid yang sedianya dibangun di areal pemakaman, namun terbengkalai
Masjid yang sedianya dibangun di areal pemakaman, namun terbengkalai
Belakangan, arena latihan yang bernama langka arab menjadi langkara. Kata ini yang kemudian menjadi langgara, lalu berubah menjadi mushallah dan masjid. (KH. Jamaluddin, op. cit: 28). Berbeda dengan Datuk ri Bandang dkk, ketika datang ke Makassar, sistem dakwah yang dikembangkan selain mengajarkan syahadatain mereka langsung mengajarkan sembahyang lima waktu, puasa ramadhan dan melarang perbuatan dosa besar seperti zina, menyembah berhala, membunuh, mencuri dan minum khamar. Dua tahun setelah kedatangan Datuk ri Bandang dkk diadakanlah shalat jum’at di masjid kerajaan Tallo setelah diumumkannya oleh raja Gowa bahwa agama Islam adalah agama resmi yang dianut kerajaan. (Ibid: 35). Islam yang dikembangkan oleh Datuk ri Bandang dkk inilah yang di kemudian hari lekat dengan negara. Dan memang dalam sejarah mainstream, hampir semua penyebar atau pendakwah Islam dekat dengan kerajaan.
Wali songo pun sangat akrab dengan kerajaan. Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro dan Datuk ri Patimang adalah orang-orang yang akrab dengan kerajaan. Karena itu, dapat dimaklumi kalau nalar keislaman yang dikembangkan oleh para pengikutnya adalah nalar-nalar negara. Jadi agama ya sekaligus negara. Dan nalar keislaman yang dikembangkan ini yang nantinya melahirkan nalar atau praktik keagamaan yang formalistik dan “tidak ramah” pada budaya setempat. Bahkan hancurnya beberapa aliran tarekat diduga karena dibabat habis oleh tokoh agama yang mengembangkan nalar formalistik yang berkolaborasi dengan kekuasaan.
Lain halnya dengan yang dikembangkan oleh Sayyid Jamaluddin al-Husaini atau yang seperti beliau. Hampir semua penganjur Islam model terakhir ini menjaga jarak dengan kekuasaan. Mereka pun tidak mendapat ruang dalam sejarah. Mereka adalah orang-orang yang sesat. Lihat saja bagaimana Hamzah Fansuri yang dianggap sesat oleh Ar-Raniri karena dianggap menyebarkan paham wihdatul wujud. Hak serupa dialami Siti Jenar, Syekh Mutamakkin dsb. Mereka adalah orang yang dianggap sesat oleh ulama-ulama kerajaan saat itu. Begitu pun di Sulawesi. Sebutlah misalnya Latola seorang wali di Desa Samaenre Pinrang, kecamatan Mattiro Sompe, yang bergelar Ipua Walie Pallipa Putewe Matinroe Massiku’na (Tuan Wali yang Bersarung Putih Dan Yang Tidur dengan berbaring pada sikutnya), oleh orang-orang luar dianggap sebagai biang keladi kemusyrikan dan bid’ah di desa tersebut. Padahal dia penganjur Islam yang justru dianggap wali oleh penduduk setempat. Atau Sayyid Jamaluddin al-Husaini yang sama sekali tidak dikenal dalam sejarah sebagai penganjur Islam. Padahal, perannya sangat vital karena tokoh ini adalah penyebar Islam generasi pertama. Tidak hanya di Sulawesi Selatan tapi justru wali songo pernah berguru kepadanya.
Ada yang menarik dari proses islamisasi di Luwu. Sebelum Datuk ri Patimang sampai di Luwu untuk mengislamkan raja Luwu, dia lebih dahulu singgah di daerah Bua. Di daerah itu, Datuk ri Patimang mengadakan singkarume atau dialog tentang Islam dengan Madika Bua Tandi Pau, pemimpin adat daerah Bua dan beberapa anggota hadat lainnya. Dalam singkarume itu Madika Bua memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang apa itu Islam. Bahkan Madika Bua mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya oleh Datuk ri Patimang dianggap pertanyaan waliyullah tingkat ketiga.
Akhirnya Datuk Sulaiman atau Datuk ri Patimang mengakui bahwa Madika Bua sesungguhnya telah Islam. Setelah dialog, Madika Bua dan Datuk ri Patimang saling uji kesaktian dan tidak satu pun ada yang kalah atau menang. Tapi pada akhirnya Madika Bua mau mengucapkan syahadatain dan mengikuti Datuk ri Patimang. Setelah Madika Bua mengucapkan syahadatain, barulah Madika Bua bersama Datuk ri Patimang menghadap ke raja Luwu untuk mengislamkan raja Luwu. Nah, jangan-jangan, Madika Bua mendapatkan pengetahuan keislamannya dari Jamaluddin al-Husaini. (SS-Jib)
*Penulis; Staf Divisi Agama dan Kebudayaan Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel.
Read more...
Jumat, 23 Desember 2011

Suku Indian Maya Mulai Hitung Mundur Hari Kiamat

1 komentar

Suku Indian Maya Mulai Hitung Mundur Hari Kiamat


Kuil suci suku Indian Maya (Foto: ABC)
MEXICO CITY - Suku Indian Maya memperkirakan hari kiamat akan jatuh pada 21 Desember 2012. Kini mereka mulai melakukan hitung mundur berdasarkan ramalan itu.

Menyusul dimulainya penghitungan mundur ini, Suku Maya yang berada di sekitar wilayah utara Meksiko melakukan berbagai ritual yang akan berlangsung selama satu tahun.

Hal ini justru menarik perhatian banyak pihak, khususnya para wisatawan. Pemerintah Meksiko pun memperkirakan akan dapat menarik wisatawan hingga 52 juta orang.

Tentunya, hal ini seperti menjual hari kiamat yang menandakan titik balik matahari di tahun mendatang. Banyak arkeolog berdebat mengenai perkiraan kiamat pada 2012 mendatang. 

Bagi mereka, ramalan yang didapat dari sebuah kalender batu yang berusia 1.300 tahun hanya menandakan berakhirnya siklus dari kalender Maya. 

Hal serupa juga kerap diutarakan oleh para pengelola wisata di sekitar wilayah Desa Maya. "Dunia tidak akan kiamat. Ini hanya akhirnya suatu era," ungkap juru bicara Dinas Pariwisata Cancun Yeanet Zaldo seperti dikutip Associated Press, Rabu (21/12/2011).

"Bagi kami, hal ini tidak ubahnya sebagai pesan menuju perubahan," imbuhnya.
Beberapa kota di dan desa di wilayah Maya sudah memulai hitung mundur yang akan berlangsung. Kota Chiapas di Tapachula yang berbatasan langsung dengan Guatemala, akan memulai hitung mundur hari ini. 

Penghitungan mundur ini menggunakan sebuah jam digital berukuran 2,4 meter. Jam tersebut diletakan tepat ditengah kota hingga satu tahun ke depan.

Sedangkan di lokasi arkeologis Izapa, para pendeta Maya akan membakar dupa serta memanjkan doa. Sementara diantara Cancun dan Playa del Carmen, warga menyimpan pesan serta foto dalam sebuah kapsul waktu yang akan dikubur selama 50 tahun. Tampak pendeta dan warga Indian Maya melakukan ritual pada kapsul itu.

Hingga kini kalender kiamat Suku Maya masih menjadi perdebatan. Tetapi beberapa orang memang mempercayainya dan banyak pula yang menentangnya
.
Read more...
Senin, 19 Desember 2011

4 PERKARA SEBELUM TIDUR > TAFSIR HAQIQI

0 komentar

4 PERKARA SEBELUM TIDUR > TAFSIR HAQIQI

saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran

> Rasulullah berpesan kepada Aisyah ra : > “Ya Aisyah jangan engkau tidur sebelum melakukan empat perkara, yaitu :>
1. Sebelum khatam Al Qur’an,
2. Sebelum membuat para nabi memberimu syafaat di hari akhir,
3. Sebelum para muslim meridloi kamu,
4. Sebelum kaulaksanakan haji dan umroh….>
> “Bertanya Aisyah :
> “Ya Rasulullah…. Bagaimana aku dapat melaksanakan empat perkara > seketika?”>
> Rasul tersenyum dan bersabda : > “Jika engkau tidur bacalah : Al Ikhlas tiga kali seakan-akan kau > mengkhatamkan Al Qur’an.>
> Membacalah sholawat untukKu dan para nabi sebelum aku, maka kami semua akan > memberi syafaat di hari kiamat.>
> Beristighfarlah untuk para muslimin maka mereka akan meredloi kamu.>
> Dan,perbanyaklah bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir maka
> seakan-akan kamu telah melaksanakan ibadah haji dan umroh”
Sekian untuk ingatan kita bersama.
* Kalau rajin.. sebarkan kisah ini kepada saudara Muslim yang lain. Ilmu yang bermanfaat ialah salah satu amal yang berkekalan bagi orang yang mengajarnya meskipun dia sudah mati.
Read more...
Minggu, 18 Desember 2011

Inilah Hal Paling Unik Di Indonesia, Tahukah Kamu ?

0 komentar
  • “… bahwa di negara bagian Alaska, Amerika Serikat terdapat kota yang bernamaDeadhorse, sementara di Kota Ambon, Indonesia, terdapat wilayah yang dinamaiKudamati?”
  • “… bahwa Stasiun Nagreg di Jawa Barat merupakan stasiun kereta api tertinggi di Indonesia yang masih beroperasi? Tinggi stasiun ini adalah 848 meter di atas permukaan laut.”
  • ” … bahwa kota-kota di Jawa Barat tidak pernah menggunakan nama Hayam Wurukdan Gajah Mada sebagai nama jalan, padahal pemberian nama seperti itu adalah suatu yang umum terjadi pada jalan-jalan di di kota-kota di Indonesia? Konon hal ini terjadi karena dendam suku Sunda terhadap tragedi Perang Bubat tahun 1357 M.”
  • “… bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang pernah keluar dari keanggotaan PBB untuk kemudian masuk lagi?”
  • “… bahwa tiga dari enam Presiden Indonesia dilahirkan di Provinsi Jawa Timur?”
  • “… bahwa Kalimantan pada asalnya merujuk kepada keseluruhan Pulau Borneo, dan bukan wilayah Indonesia kini saja?”–>
  • “… bahwa pemerintah Indonesia harus menalangi tak kurang dari Rp660 triliun jaminan terhadap dana masyarakat ketika terjadinya “krismon“? Angka ini mencapai 60% dari PDB Indonesia tahun 1999 dan termahal dalam sejarah pemulihan perbankan di dunia.”
  • “…bahwa Jakarta sudah tujuh kali berganti nama, yaitu Sunda Kelapa – Jayakarta – Batavia – Betawi – Jacatra – Jayakarta – Jakarta?”
  • “… bahwa sepertiga presiden Indonesia mempunyai gelar doktor akademik? Keduanya adalah BJ Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono, sementara itu, dari 43 orang presiden AS hanya Woodrow Wilson yang mempunyai gelar doktor akademik.”
  • “… bahwa Indonesia pernah masuk Piala Dunia tapi dengan nama Hindia-Belanda?”
  • “… bahw a Indonesia memiliki taman nasional Komodo salah satu hewan purba.”
Read more...
Jumat, 16 Desember 2011

Sejarah Singkat Nabi Muhammad SAW

0 komentar

NABI MUHAMMAD SAW


Bangsa Quraisy

Bangsa Quraisy dipandang sebagai salah satu bangsa yang dihormati dan disegani di antara bangsa-bangsa yang ada di semenanjung Arabia. Quraisy sendiri terbagi ke dalam berbagai suku. Bani Hasyim adalah salah satu suku terhormat di antara suku-suku yang ada. Qushai bin Kilab adalah nenek moyang mereka yang bertugas sebagai penjaga Ka’bah.
Di tengah warga Makkah, Hasyim dikenal sebagai orang yang mulia, bijaksana, dan terhormat. Ia banyak membantu mereka, memulai perniagaan pada musim dingin dan musim panas supaya mereka mendapatkan penghidupan yang layak. Atas jasa-jasanya, warga kota memberinya julukan “sayid” (tuan). Julukan ini secara turun-temurun disandang oleh anak keturunan Hasyim.
Setelah Hasyim, kepemimpinan bangsa Quraisy dipercayakan kepada anaknya yang bernama Muthalib, kemudian dilanjutkan oleh Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib adalah seorang yang berwibawa. Pada masanya, Abrahah Al-Habasyi menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka’bah, namun berkat pertolongan Allah SWT, Abrahah dan pasukan gajahnya mengalami kekalahan. Tahun penyerbuan itu kemudian dikenal dengan nama Tahun Gajah. Dan sejak peristiwa itu, nama Abdul Muthalib pun semakin terpandang di kalangan kabilah Arab.
Abdul Muthalib mempunyai beberapa anak. Di antara mereka, Abdullah-lah anak yang paling saleh dan paling dicintainya. Pada usia 24 tahun, Abdullah menikah dengan perempuan mulia bernama Aminah.
Dua bulan setelah Tahun Gajah, Aminah melahirkan seorang anak. Ia memberinya nama Muhammad. Sebelum kelahiran Muhammad, ayahnya Abdullah meninggal dunia. Tak lama setelah melahirkan, sang ibu pun menyusul suaminya kembali ke alam baka. Maka, sejak awal kelahirannya, Muhammad sudah menjalani hidupnya sebagai anak yatim.
Setelah ditinggalkan oleh kedua orang tua yang dicintainya, Muhammad diasuh oleh sang kakek, Abdul Muthalib. Berkat anugerah dan rahmat dari Allah SWT, Muhammad tumbuh menjadi dewasa dengan kesucian jiwa yang terpelihara.
Warga kota Makkah begitu mencintainya, bahkan merelakan barang-barang mereka berada di bawah pengawasan Muhammad. Atas kejujuran dan sifat amanah yang ditunjukkannya, mereka memberinya gelar “Al-Amin”, yakni orang yang tepercaya.
Dengan bekal iman yang teguh, Muhammad membantu orang-orang fakir, membela orang-orang yang tertindas, membagikan makanan kepada mereka yang lapar, mendengarkan keluhan-keluhan mereka, dan berusaha memberikan jalan keluar atas masalah-masalah yang mereka hadapi.
Ketika beberapa orang pemuda menggalang sebuah gerakan yang dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda” (Hilful Fudhul), segera Muhammad pun bergabung bersama mereka, karena gerakan itu sejalan dengan perilaku luhur dan tujuan-tujuannya.
Pada suatu waktu, Abu Thalib, paman Muhammad, menasehatinya untuk ikut berniaga dengan kafilah dagang Khadijah, seorang wanita Makkah yang kaya dan terhormat. Kemudian, Muhammad pun ditunjuk untuk memimpin kafilah dagang tersebut.
Selama bergabung dalam kafilah dagangnya, Khadijah menyaksikan dari dekat kejujuran, keteguhan, dan keutamaan perilaku Muhammad. Tak segan lagi Khadijah melamarnya. Muhammad menerima lamaran itu. Dan tak lama kemudian, mereka pun melangsungkan pernikahan.
Dari perhikahan itu, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Fatimah, yang dari keturunannya lahirlah manusia-manusia suci.

Hajar Aswad (Batu Hitam)

Sepuluh tahun setelah pernikahan itu, banjir besar melanda kota Makkah yang merusak sebagian besar bangunan Ka’bah. Warga kota bermaksud untuk memperbaikinya.
Untuk mencegah perseturuan yang bakal terjadi, perbaikan itu dilakukan oleh berbagai suku yang ada di kota secara gotong royong. Namun, tatkala perbaikan telah selesai, tibalah saatnya untuk meletakkan Hajar Aswad. Ketika itu, masing-masing bangsa mengaku paling berhak untuk meletakkan batu itu.
Perang hampir saja terjadi. Tiba-tiba Muhammad muncul memberi sebuah usulan, dengan menanggalkan jubahnya dan meletakkan Hajar Aswad tepat di tengah-tengahnya, lalu setiap kepala suku memegang tepi jubah itu, lantas membawanya bersama-sama ke tempat asalnya.

Wahyu Pertama

Menginjak usia 40 tahun, Muhammad diangkat sebagai nabi. Suatu hari, ketika beliau sedang melakukan ibadah di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril as membawa wahyu dari Allah dan menyapanya, “Iqra! Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari gumpalan darah. B
acalah dengan nama Tuhanmu Yang Mahamulia. Dialah yang mengajarkan ilmu dengan pena. Dialah yang telah mengajarkan kepada manusia akan segala yang tidak diketahuinya.”
Sejak itu, Muhammad terpilih untuk menge
mban risalah Allah sebagai Rasulullah saw di tengah umat manusia di seluruh dunia.
Di awal-awal kenabian, Rasulullah saw berdakwah secara rahasia. Pada saat itu, hanya beberapa orang saja yang mau menerima Islam. Orang pertama yang mengakui Muhammad sebagai Rasulullah saw ialah istri beliau, Khadijah, kemudian disu
sul oleh sepupunya, Ali bin Abi Thalib.
Tiga tahun lamanya Islam terus menyebar di kalangan rakyat miskin kota Makkah. Setelah itu, Allah SWT memerintahkan Rasulullah saw untuk melakukan dakwah secara terang-terangan, mengajak manusia menyembah Tuhan Yang Esa dan memulai perang suci melawan para penyembah berhala.
Tugas dakwah merupakan tugas yang pe
nuh resiko dan bahaya. Sebab, para pemimpin kabilah telah sekian lama larut dalam kenikmatan berupa kedudukan dan menjadikan orang-orang sebagai budaknya.
Mereka khawatir bahwa dakwah Rasulullah saw akan merongrong kekuasaan mereka. Selain itu, tugas dakwah akan menjumpai kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaannya, karena berhala-berhala itu telah lama dijadikan sesembahan oleh mereka
.
Rasulullah saw tidak mengenal toleransi. Ia memilih untuk memikul tugas ini untuk mengesakan Tuhan dan menegakkan undang-undang Tauhid di muka bumi.
Masyarakat yang sebelumnya mengh
ormati dan santun terhadap Nabi saw, kini berbalik membenci dan memusuhi dakwah beliau dengan harta. Namun usaha mereka gagal.
Kemudian, permusuhan mereka berlanjut dengan menyiksa dan menjarah harta-harta milik Nabi saw. Namun, usaha mereka ini pun tidak berhasil untuk menahan laju dakwah suci beliau.
Kaum kafir Makkah tidak pernah lelah
untuk mengubah pendirian Rasulullah saw. Mereka meningkatkan permusuhannya dan mengusir beliau beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya keluar dari Makkah, lalu mengurungnya di ladang Abu Thalib hingga sebagian mereka yang bersama Rasul di dalamnya mati kelaparan.
Mereka bahkan memperketat pengurungan ladang itu sehingga makanan dan minuman tidak dapat ditemui oleh Nabi beserta pengikutny
a yang setia. Beberapa penduduk yang ikut Nabi mempertaruhkan hidupnya untuk menyelundupkan makanan dari kota di kegelapan malam.
Waktu berlalu begitu cepat. Kaum kafir menyerah pada tekad dan kegigihan yang ditunjukkan oleh kaum muslimin. Mereka memutuskan untuk membunuh Rasulullah saw.
Untuk itu, mereka memilih pemuda
-pemuda terkuat dari kalangan keluarga dan suku mereka dengan memberikan upah yang tinggi kepada siapa yang berhasil membunuh beliau. Mereka menetapkan untuk menyergap kediaman Nabi saw pada malam hari.

Hijrah ke Madinah


Rencana keji itu diketahui oleh Rasulullah saw melalui wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril as. Beliau memilih sepupunya Ali bin Abi Thalib untuk menggantikannya tidur di atas ranjang beliau dengan mempertaruhkan hidupnya demi keselamatan beliau.
Beliau hijrah dari Makkah ke Madinah di kegelapan malam. Kaum musyrikin telah berkumpul untuk membunuh Nabi saw. Betapa terkejutnya mereka, tatkala mendapati Ali di atas ranjang Rasul saw. Mereka segera mengejar beliau. Namun pengejaran itu gagal. Mereka pun kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, Nabi saw tiba di Quba, sebuah tempat di dekat kota Madinah. Penduduk desa menyambut kedatangan beliau. Dengan suka cita beliau berencana membangun tempat salat dan menyusun tugas-tugas dakwah.
Pembangunan masjid Quba berjalan lancar. Nabi saw turun tangan langsung dalam menyelesaikan pembangunannya. Sesudah itu, beliau melakukan salat Jumat dan berdiri sebagai khatib. Inilah salat Jumat yang pertama kali dilaksanakan oleh beliau.
Rasulullah saw menetap di Quba untuk beberapa saat sambil menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Di sana pula beliau menantikan kedatangan Ali yang ditinggalkannya di kota Makkah untuk menunaikan titipan dan amanat kepada pemiliknya masing-masing. Hingga akhirnya Ali pun datang ke Quba bersama kaum wanita keluarga Bani Hasyim.
Rasulullah saw memasuki kota Yatsrib, dan sejak saat itu pula nama kota itu berubah menjadi Madinatur-Rasul atau Madinah Al-Munawarah. Penduduk kota menyambut beliau dan sebagian kaum Muhajirin yang menyertainya dengan begitu hangat dan meriah. Setiap penduduk berlomba meminta beliau untuk duduk di rumah mereka. Kepada mereka semua, beliau berkata, “Berilah jalan kepada untaku ini. Aku akan menjadi tamu orang yang di depan pintunya unta ini berhenti.”
Si unta berjalan dan melintasi jalan-jalan kota Madinah, hingga ia menghentikan langkahnya dan bersila di depan pintu rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Di rumah itulah Rasulullah saw dijamu.
Sesampainya di Madinah, pertama yang dilakukan oleh Rasulullah saw ialah pembangunan masjid sebagai pusat dakwah dan pengajaran. Nabi juga segera menyerukan perdamaian serta persaudaraan antara dua bangsa; Aus dan Khazraj, yang telah berperang selama bertahun-tahun akibat hasutan yang dilancarkan oleh orang-orang Yahudi Madinah.
Dalam rangka mengikis habis akar-akar pembeda antara kaum Muhajirin yang datang dari Makkah dan kaum Anshar sebagai penduduk asli Madinah, Rasulullah saw mempersaudarakan mereka satu persatu, sehingga kaum Muhajirin tidak menjadi beban kaum Anshar di kemudian hari dan mereka dapat hidup bersama dengan rukun dan damai.
Orang-orang Yahudi Madinah memandang persaudaraan itu dengan penih kedengkian. Mereka selalu berusaha menyulut semangat perpecahan di kalangan kaum muslimin. Sementara Rasulullah saw memadamkan api pertikaian, mereka malah giat mengobarkannya.

Peralihan Kiblat

Pada awalnya, Rasulullah saw melakukan salat dan ibadah ke arah Masjid Al-Aqsa di Jerusalem. Itu berlanjut selama 13 tahun di Makkah dan 17 bulan di Madinah.
Kaum Yahudi pun mengadap masjid Al-Aqsa dalam salat-salat mereka. Karena ini pula mereka selalu mencemooh kaum muslimin, “Jika benar kami dalam kesesatan, lalu mengapa kalian mengikuti kiblat kami.”
Hingga pada suatu hari, turunlah wahyu yang memerintahkan Rasulullah saw agar kaum muslimin menghadap Ka’bah Masjidil Haram dalam setiap salat mereka.
Perintah ini sungguh memukul kaum Yahudi. Mereka bertanya-tanya tentang sebab peralihan kiblat kaum muslimin. Mereka tidak sadar bahwa peralihan kiblat ini merupakan ujian bagi kaum muslimin sendiri, sehingga dapat dikenali siapa yang mentaati dengan siapa yang menentang Rasulullah saw.

Peperangan Rasulullah saw.

1. Perang Badar
Rasulullah saw mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan kabilah-kabilah tetangga guna melindungi kota Madinah dari segala ancaman makar dan penyerangan.
Sementara itu, Quraisy Makkah melakukan penjarahan atas harta-harta umat Islam di kota itu. Rasulullah saw pun berpikir untuk merebut kembali harta-harta itu dari mereka. Untuk itu, beliau memutuskan untuk menyerang kafilah-kafilah pedagang kafir Quraisy.
Demikianlah awal meletusnya bentrokan senjata antara kaum muslimin dan kaum musyrikin di suatu tempat dekat sumur Badar. Oleh karena ini, peperangan pertama di antara mereka ini dinamai perang Badar.
Kaum muslimin mampu memenangkan peperangan itu secara gemilang. Nama mereka pun mulai terpandang dan disegani di semenanjung Arabia.
2. Perang Uhud
Bagi kaum musyrik Quraisy, kemenangan kaum muslimin pada perang Badar itu malah membuat hati mereka terbakar kemarahan. Tak ayal lagi, Abu Sufyan mulai mengitung hari untuk melancarkan pembalasan dendam. Bahkan ia melarang perempuan-perempuan Quraisy menangisi korban perang Badar, supaya api dendam tetap membara di dalam jiwa-jiwa mereka.
Sementara di Madinah, kemenangan gemilang kaum muslimin meresahkan kaum Yahudi. Segera mereka mendekati orang-orang Quraisy dan menghasut mereka untuk menuntut dendam atas kaum muslimin.
Untuk itu, salah seorang Yahudi bernama Ka’ab bin Asyraf bertolak ke Makkah. Setibanya di sana ia membacakan syair-syair dan mengulang-ulangnya, hanya untuk membakar emosi kaum Quraisy.
Hasilnya, kaum Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nadwah, dan sepakat dendam mereka untuk menyerang Madinah. Di sana mereka pun menghitung biaya yang akan dikeluarkan pada pertempuran mendatang itu. Biayanya ditaksir mencapai 50.000 Dinar. Sejak itu, mereka mulai mempersiapkan persenjataan dan meminta bantuan dari kabilah-kabilah yang bermukim di sekitar Makkah.
3000 pasukan Quraisy bersenjata lengkap bertolak ke Madinah melalui padang sahara. Abu Sufyan menjadi panglima perang dan Khalid bin Walid memimpin pasukan. Abbas bin Abdul Muthalib yang merahasiakan keislamannya mengirimkan kurir untuk menyampaikan pesan ihwal rencana penyerangan itu.
Setelah menerima pesan dari pamannya, Rasulullah saw segera mengadakan musyawarah yang menyepakati untuk menyambut lawan di luar kota.
7 Syawal tahun ke-3 Hijriah, tepatnya pada hari Sabtu pagi, pasukan kaum muslimin bergerak meninggalkan Madinah menuju gunung Uhud. Atas perintah Rasulullah saw, mereka mendirikan tenda-tenda tidak jauh dari barisan musuh.
Rasulullah saw menempatkan Abdullah bin Jabir bersama 50 orang lainnya yang dilengkapi busur dan anak panah untuk berada di atas bukit. Beliau memperingatkan mereka untuk tidak beranjak dari puncak bukit itu betapapun resiko yang akan menghadang, apakah menang atau kalah dalam peperangan. Setelah itu, pasukan yang membawa bendera Tauhid dan pasukan yang mengusung bendera Syirik berhadapan satu sama lainnya. Pertempuran itu dimulai oleh Abu Umair dari Quraisy.
Pada awal-awal pertempuran, tentara Islam bertarung dengan gagah berani dan membuat tentara kafir hampir kalah. Namun kemudian, keadaan justru berbalik. Pasukan panah yang mengawasi medan perang itu melihat saudara-saudaranya memukul mundur pasukan musuh. Mereka pun turun meninggalkan bukit untuk memungut ghanimah (harta rampasan perang). Mereka lalai terhadap perintah Rasulullah saw untuk tidak beranjak dari posisi mereka.
Khalid bin Walid memanfaatkan kelengahan kaum muslimin. Ia dan pasukannya berbalik mengitari gunung kemudian menyerang kaum muslimin yang sedang sibuk mengumpulkan ghanimah itu dari arah belakang. Banyak pasukan Islam tewas karena ketidaktaatan mereka kepada Rasulullah saw. Ada sekitar 70 pejuang kaum muslimin syahid dan selebihnya ada yang melarikan diri dari medan pertempuran.
Perang berakhir dengan kemenangan berada di pihak musuh. Rasulullah saw dapat diselamatkan berkat kesetiaan Ali bin Abi Thalib serta bantuan pasukan muslimin lainnya. Ali beserta pasukan Islam lainnya berhasil mengejar dan membunuh beberapa tentara musuh.
Dengan kegigihan mereka, kota Madinah selamat dari penyerbuan kaum kafir itu. Namun demikian, perang Uhud ini telah memberikan pelajaran ketaatan dan kesetiaan yang tak terlupakan oleh kaum muslimin.
3. Perang Khandaq
Orang-orang Yahudi yang terusir dari Madinah akibat permusuhan dan pengkhianatan mereka sendiri, tidak tinggal diam melihat keadaan kaum muslimin. Pemimpin mereka melakukan pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Quraisy di Makkah, sambil melancarkan hasutan supaya mereka mengadakan perlawanan terhadap kaum muslimin. Pemimpin Yahudi itu berjanji untuk menyokong bangsa Quraisy dengan segala kekuatan yang ada.
Sebagai hasil dari pendekatan ini, berbagai bangsa, suku, dan kelompok bersekutu untuk mengangkat senjata melawan umat Islam. Oleh karena itu, peperangan ini dikenal sebagai perang Ahzab, yaitu perang gabungan beberapa bangsa melawan Islam.
Pasukan bersenjata mereka terdiri dari kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, orang-orang munafik, dan pengkhianat Islam dari Madinah. Mereka bertekad bulat untuk menghancurkan Islam.
Pada bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah, sebanyak sepuluh ribu pasukan sekutu itu berangkat menuju Madinah. Di depan mereka adalah Abu Sufyan sebagai panglima perang pasukan sekutu.
Beberapa pasukan berkuda dari kabilah Khuza’i memasuki kota Madinah dan melaporkan keadaan musuh kepada panglima besar kaum muslimin, Rasulullah saw.
Rasulullah saw memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan para komandan diminta berkumpul untuk memusyawarahkan segala sesuatu yang diperlukan.
Dalam musyawarah itu, salah seorang sahabat Rasulullah saw yang bernama Salman Al-Farisi mengusulkan untuk menggali parit di sekeliling kota Madinah dan kaum muslimin berlindung di balik galian parit itu. Usulan itu diterima secara mufakat. Maka, sebanyak tiga ribu sukarelawan Islam bekerja siang dan malam untuk menggali parit sedalam lima meter, selebar enam meter, dan sepanjang dua belas ribu meter.
Beberapa jalur dan jembatan dibuat di atas parit dan beberapa penjaga ditugasi untuk mengawasi kedatangan pasukan musuh. Di balik parit, dibangun pos-pos pertahanan yang di atasnya dijaga oleh pasukan berpanah.
Pasukan kaum musyrikin pun tiba. Mereka melihat galian parit mengelilingi kota yang menyulitkan mereka untuk melintasi dan menyerang orang-orang di seberang parit.
Abu Sufyan segera memanggil Huyay bin Ahthab, pemimpin Yahudi dari Bani Nadhir dan memintanya untuk menemui Ka’b bin Asad, pemimpin Yahudi dari Bani Quraizhah yang sedang bermukim di Madinah. Ka’b bin Asad diseru untuk membuka lapang jalan orang-orang Yahudi. Makar ini dimaksudkan untuk melapangkan jalan orang-orang musyrikin menyerang kaum muslimin.
Cara licik Abu Sufyan ini telah diketahui sebelumnya. Rasulullah saw telah mengambil langkah-langkah preventif dengan menugaskan 500 prajurit untuk berpatroli di sekeliling kota. Prajurit itu ditugasi untuk memelihara kota agar stabil dalam keadaan siaga dan waspada. Mereka mewaspadai orang-orang yang datang dan pergi dari kota. Dengan langkah pencegahan ini, persekongkolan warga kota dengan pihak musuh dapat diatasi.
Ancaman bahaya serangan dari dalam kota berhasil digagalkan dan pasukan sekutu itu tetap pada posisi mereka di seberang parit. Mereka tidak berhasil untuk mengecoh kaum muslimin.
Hingga tibalah suatu hari, lima orang gagah berani dari pihak musuh melintasi parit. Kelima orang gagah berani itu dipimpin oleh Amr bin Abdi Wud. Di atas kudanya ia berteriak lantang, “Hai orang-orang yang mengaku penghuni Surga, di mana kalian semua? Majulah, sehingga aku dapat mengirim kalian ke Surga.”
Tidak satu pun orang yang menjawab tantangan itu, kecuali Ali bin Abi Thalib. Ia begitu cepat bangkit dan maju mendekati orang itu. Dan setelah saling adu tantangan, Ali mengayunkan pedangnya dengan sekali tebasan ke atas kepala Amr. Setelah Amr tersungkur tewas, Ali mengumandangkan takbir, “Allahu Akbar!”
Salah satu kawan Amr bin Abdi Wud melarikan diri dan terjatuh ke dalam parit. Ali tidak memberikan kesempatan kepada lawan dan segera menghabisinya. Sedangkan ketiga sahabat Amr yang lain berhasil melarikan diri dari kejaran Ali.
Peristiwa di atas ini begitu menggugah keimanan dan keberanian umat Islam, sebagaimana yang dikatakan Rasulullah saw, “Sekali tebasan pedang Ali jauh lebih berharga daripada ibadah tujuh puluh tahun seluruh manusia dan jin.”
Demi menjaga semangat pasukannya, Khalid bin Walid bersama beberapa pasukan berkuda, pada hari berikutnya, mencoba untuk melewati parit. Namun, pasukan muslimin terlalu tangguh untuk mereka hadapi. Mereka hanya berusaha dengan mengepung kota.
Di tengah pengepungan, Nu‘aim bin Mas‘ud yang terkenal dengan kecerdikannya memutuskan untuk masuk Islam. Rasulullah saw menyuruhnya agar merahasiakan keimanannya, hingga ia bisa memperdaya kaum musyrikin dan menebarkan perpecahan dari antara mereka dan kaum Yahudi.
Sama seperti Nu‘aim, Khuzaifah Al-Yamani menyusup di kegelapan malam ke dalam jajaran musuh sampai menembus jantung kekuatan mereka. Di dalamnya ia berusaha mengendurkan tekad perang, hingga berhasil mematahkan semangat juang mereka.
Sampai pada suatu malam, badai besar berhembus, belum lagi udara yang semakin dingin menggigilkan. Tak pelak lagi, semangat pasukan musyrikin menjadi luluh lantak. Ditambah perselisihan di antara mereka semakin meluas setelah melihat pengepungan yang tidak membuahkan hasil.
Sebelum terjadi perkembangan pertempuran yang mengecewakan, Abu Sufyan segera meninggalkan medan tempur secara diam-diam di kegelapan malam. Panglima musyrikin itu beserta pasukannya kembali ke Makkah dengan perasaan malu.
Ketika pasukan muslimin terbangun di pagi hari, mereka menyaksikan laskar kafir telah meninggalkan medan pertempuran. Ketika Rasulullah saw mendengarkan berita tentang kaburnya musuh, beliau memerintahkan pasukannya untuk meninggalkan pos-pos pertahanan dan kembali ke kota.

Nasib Bani Quraizah

Setelah meraih kemenangan gemilang pada perang Ahzab, Rasulullah saw membawa pasukannya mendekati benteng pertahanan Bani Quraizah. Pasukan Islam memaksa mereka menyerah, setelah mengepung benteng mereka selama dua puluh lima hari.
Karena menderita kekalahan, Bani Quraizhah memohon agar dapat meninggalkan kota Madinah. Akan tetapi Rasulullah saw menolaknya, sebab jika sampai lolos meninggalkan kota, mereka akan membuat persekongkolan lagi dan menciptakan peperangan baru, sebagaimana Bani Nadzir yang memicu untuk meletuskan perang Khandaq.
Akhirnya, orang-orang Yahudi yang licik itu harus kecewa pada keputusan itu. Sa’ad bin Mu’adz menyampaikan maklumat bahwa orang-orang yang berkhianat dan membantu pihak musuh selama pererangan harus dibunuh dan harta kekayaan mereka harus dirampas.

Perjanjian Hudaibiyah

Derita kekalahan kafir Quraisy dan kedigjayaan kaum Muslimin, khususnya penaklukan Bani Musthaliq sampai menyebabkan mereka masuk agama Islam, telah menggelapkan mata kaum kafir Quraisy.
Pada bulan Dzulqaidah tahun ke-7 Hijriah, Nabi Muhammad saw beserta 14000 laskar Islam bergerak menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji.
Kepergian Rasulullah saw ke tanah suci tidak hanya untuk keperluan ibadah saja, namun juga untuk kepentingan politik. Haji beliau kali ini bertujuan untuk menjadikan status kewarganegaraan kaum muslimin di semenanjung Arabia menjadi benar-benar diakui. Dengan demikian, kaum muslimin berhak untuk bermukim di sepanjang tanah Arab tanpa harus takut diusir.
Kaum kafir Quraisy menerima kabar bahwa Rasulullah saw akan berkunjung ke Baitullah Ka’bah. Mereka bersumpah di hadapan berhala-berhala untuk tidak membiarkan beliau memasuki kota Makkah.
Kafir Quraisy mengutus Khalid bin Walid beserta dua ratus pasukan berkuda untuk menghadang Rasulullah saw bersama pasukannya.
Saat itu, Rasulullah saw telah sampai di daerah Hudaibiyah melalui jalan berbeda untuk menghindari pertempuran dan peperangan yang mungkin mengintai setiap saat. Segera beliau mengutus salah seorang sahabat untuk mengintai pasukan Quraisy dan meyakinkan mereka bahwa Rasulullah saw beserta kaum muslimin datang hanya untuk menunaikan ibadah haji saja. Sahabat itu ditugaskan untuk meyakinkan para pemimpin Quraisy bahwa kedatangan Rasulullah saw kali ini tidak untuk berperang. Namun, mereka malah berlaku kurang ajar terhadap utusan beliau.
Rasulullah saw meminta baiat (sumpah setia) kepada sahabat agar tetap setia dan rela berkorban kepada beliau di bawah pohon. Ketika hal ini diketahui oleh kafir Quraisy, mereka sangat geram sekaligus malu, sehingga diutuslah Suhail sebagai wakil mereka untuk berunding.
Kaum kafir Quraisy tidak menghendaki kaum muslimin memasuki kota Makkah dan menunaikan ibadah haji pada tahun ini dan segera pulang ke Madinah. Apabila mereka mau menunaikan haji pada tahun depan, kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk membawa senjata. Selama masa haji itu, pihak Quraisylah yang bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan harta dan jiwa kaum muslimin.
Perjanjian ditandatangani dengan lima butir kesepakatan, meskipun beberapa orang Islam kecewa. Puncak kekecewaan mereka tunjukkan dengan keberatan terhadap keputusan-keputusan Rasulullah saw. Mereka mengira bahwa penandatanganan perjanjian itu adalah suatu aib yang memalukan umat Islam, khususnya pada satu butir kesepakatan yang menyatakan bahwa jika seorang muslim lari dari Makkah lalu sampai di Madinah, maka ia akan dipulangkan ke tempat asalnya. Sebaliknya, orang muslim Madinah yang masuk Makkah tidak boleh kembali ke Madinah.
Kekecewaan itu sebenarnya tidak berdasar. Mereka tidak mengerti bahwa keuntungan perjanjian itu sesungguhnya merupakan awal dari penaklukan kota Makkah kelak.
4. Perang Khaibar
Pada awal bulan Rabiul Awal tahun ke-7 Hijriah, Rasulullah saw beserta 1600 kaum muslimin bertolak dari Madinah menuju Khaibar. Laskar Islam di bawah komandan beliau menyerang musuh dengan tiba-tiba dan dengan mudah merebut tanah Raji’ yang terletak di antara Khaibar dan Ghathafan.
Panglima besar laskar Islam, Rasulullah saw menerapkan strategi militer yang jitu. Sehingga antara orang-orang Yahudi Khaibar dengan orang-orang Arab Ghathafan tidak dapat saling membantu satu sama yang lain.
Laskar Islam mengepung benteng Khaibar pada malam hari. Mereka mengambil posisi di tempat strategis yang tersembunyi di balik tanaman palem. Dengan mudah mereka menguasai lembah Khaibar. Kemudahan ini berkat keberanian dan ketulusan mereka dalam berkorban.
Sayangnya, dua lembah strategis yang menjadi markas kaum Yahudi tidak dapat dikuasai. Kaum Yahudi itu mempertahankan benteng mereka mati-matian dengan melepaskan anak-anak panah ke arah pasukan muslimin.
Rasulullah saw memerintahkan Abu Bakar memimpin pasukan tempur, namun tidak berhasil menaklukkan benteng itu. Pada hari kedua, Umar Bin Khatab ditunjuk sebagai komandan tempur, namun ia juga tidak berhasil. Di seberang sana, kaum Yahudi Khaibar terus saja memperolok kaum muslimin.
Melihat kegagalan kaum muslimin merebut benteng tersebut, Rasulullah saw bersabda, “Besok aku akan memberikan bendera Islam ini kepada orang yang hanya kembali bila benteng pertahanan Yahudi itu telah dikuasai.”
Seluruh sahabat menantikan fajar tiba untuk menyaksikan siapa gerangan orang yang beruntung itu. Masing-masing memimpikan menjadi pemegang bendara esok hari.
Pada pagi harinya, Rasulullah saw memanggil Ali. Beliau menyerahkan bendera Islam itu kepadanya dan menugaskannya untuk menaklukkan lembah Khaibar. Rasulullah saw berdoa untuk kesuksesan Ali.
Ali menerima tugas ini dengan penuh semangat. Ia bersama pasukannya bergerak mendekati pintu gerbang Khaibar. Pintu gerbang itu dijaga oleh dua saudara yang gagah berani, Haris dan Marhab. Mereka menyerang pasukan Ali dengan garang sampai tunggang-langgang menyelamatkan dirinya masing-masing.
Sebagai komandan perang, Ali segera menghadang kedua bersaudara itu. Dengan kegagahan dan keperkasaannya, ia mampu menghempaskan kedua orang Yahudi itu.
Kematian mereka membuat orang-orang Yahudi yang berada di balik benteng menjadi ketakutan dan panik. Mereka cepat-cepat menutup pintu gerbang dan bersembunyi di baliknya. Pasukan muslimin yang tadinya kocar-kacir melarikan diri, setelah melihat keunggulan Ali, segera kembali dan bersiaga di belakang sang komandan. Ali maju mendekati pintu gerbang itu dan mengangkatnya lepas dari benteng.
Sementara kaum Yahudi tercengang menyaksikan kekuatan dan keberanian Ali hingga mereka menyerah takluk, Ali melemparkan pintu itu ke atas parit untuk dijadikan jembatan yang kemudian dilalui pasukan muslimin. Demikianlah mereka berhasil dengan mudah memasuki dan menduduki Khaibar, benteng kokoh orang-orang Yahudi itu.
Sama seperti kaum Yahudi, kaum muslimin pun takjub di hadapan kekuatan Ali. Mereka bertanya-tanya satu sama lain, bagaimana Ali bisa melakukannya. Tujuh orang muslim sempat mengangkat pintu itu, namun pintu itu tak bergeser sedikit pun.
Tentang kekuatannya, Ali menuturkan, “Aku tidak mampu merobohkan gerbang itu dengan kekuatan manusia biasa. Tapi aku melakukannya dengan kekuatan Allah SWT.”
Akhirnya, pasukan muslimin menguasai seluruh benteng yang ada di sekitar Khaibar dan menaklukkan orang-orang Yahudi. Sisa-sisa orang Yahudi memohon kepada Rasulullah saw untuk diperbolehkan tinggal. Mereka ingin tetap dapat mengolah tanah tersebut untuk pertanian dan perkebunan. Mereka berjanji akan menyumbangkan setengah dari hasil panen itu kepada kaum muslimin. Beliau mengabulkan permohonan itu.

Tanah Fadak

Berita tentang penaklukan Khaibar terdengar oleh orang-orang Yahudi yang bermukim di Fadak. Mereka menjadi sangat risau dan ketakutan. Orang-orang Fadak itu mengutus wakil mereka untuk bertemu dengan Rasulullah saw dengan membawa pesan akan perlunya dibuat suatu perjanjian. Mereka lalu menyerahkan separuh wilayah Fadak kepada beliau yang kemudian dihadiahkannya kepada putrinya, Fatimah agar dapat dikelola untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya dan keperluan orang-orang miskin.
Sesudah perang Khaibar, Rasulullah saw bertolak menuju Wadi Qura (lembah Qura) yang menjadi pusat pemukiman Yahudi. Beliau dan pasukan muslimin mengepung pemukiman itu dan begitu cepat ditaklukkan. Beliau berjanji untuk mengembalikan tanah Yahudi itu kepada pemiliknya, dengan syarat bahwa separuh dari hasil pertanian itu harus diserahkan kepada kaum muslimin. Hal ini berlaku sebagaimana pengembalian tanah di lembah Khaibar, yakni separuh hasil pertanian itu harus diserahkan kepada kaum muslimin.
Perjanjian ini dilakukan untuk mengaktifkan sektor ekonomi dan mampu menghasilkan kesejahteraan umat Islam, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dan hartanya jika ada seruan perang.
5. Perang Mu’tah
Sebelum meletusnya perang Mu’tah, Rasulullah saw mengutus Harits bin Umair kepada penguasa Syiria dengan maksud mengajaknya menerima Islam. Namun pihak penguasa berlaku kurang ajar. Mereka menahan dan membunuh duta Islam itu.
Setelah peristiwa ini, Rasulullah saw masih mengutus enam belas duta Islam (da’i) untuk mengajak penguasa Syiria dan rakyatnya kepada Islam. Sayangnya, mereka juga dibunuh. Dari enam belas orang duta itu, hanya satu orang yang mampu meloloskan diri dan kembali ke Madinah.
Segera ia melapor kepada Rasulullah saw. Beliau sangat terpukul mendengar hal itu. Pembantaian terhadap para duta itu membuat beliau mengeluarkan perintah untuk berjihad. Beliau menghimpun 3000 pasukan pada Jumadil Tsani tahun ke-8 Hijriah.
Sebelum pasukan muslimin meninggalkan Madinah, Rasulullah saw memberikan pengarahan kepada mereka, “Yang akan memimpin pasukan pertama kali adalah Ja’far bin Abi Thalib. Jika sesuatu menimpanya, maka tampuk kepemimpinan diserahkan pada Zaid bin Haritsah. Dan jika terjadi sesuatu pada Zaid, maka Abdullah bin Ruwahah yang menjadi pimpinan kalian. Dan jika Abdullah bin Ruwahah juga menjumpai kesyahidannya, maka pilihlah komandan di antara kalian.”
Setelah mendapatkan pengarahan dari penglima besar mereka, berangkatlah pasukan itu di bawah komando Ja’far bin Abi Thalib. Ketika pasukan muslimin sampai di dekat kota Ma’an, mereka mendapat berita bahwa Kaisar Romawi telah mengirim 100000 pasukannya ditambah 100000 orang Arab yang berada di bawah kekuasaannya.

Perang Yang Tak Seimbang

Laskar musuh yang berjumlah 200000 pasukan itu berhadapan dengan 3000 pasukan muslimin. Setelah berhadap-hadapan, perang pun meletus. Ja’far bin Abu Talib bertempur dengan gagah berani sampai darah penghabisan. Ia gugur sebagai syahid.
Pucuk pimpinan segera diambil oleh Zaid bin Haritsah. Zaid pun bertempur dengan gagah berani. Namun, ia pun mati syahid. Setelah gugurnya Zaid, Pasukan muslimin dipimpin oleh Abdullah bin Ruwahah yang juga berakhir dengan kesyahidannya.
Dengan gugurnya para komandan mereka yang gagah berani itu, kaum muslimin segera memilih Khalid bin Walid untuk memimpin pasukan. Khalid segera menarik pasukannya dari medan pertempuran dan menyelamatkan prajurit dari medan tempur.
Pada sore harinya, Khalid merencanakan penarikan seluruh pasukan dari medan pertempuran dan memimpin mereka bergerak menuju Madinah.

Penaklukan Kota Makkah

Penarikan mundur pasukan muslimin dari medan pertempuran Mu’tah telah membuat kafir Quraisy semakin berani dan congkak. Mereka berpikir bahwa kaum muslimin telah kehilangan daya dan kekuatan tempur. Oleh karena itu, mereka mengkhianati perjanjian Hudaibiyah. Dengan bantuan sekutu-sekutunya, mereka menyerang dan membunuh banyak kaum muslimin yang berasal dari Bani Thaif.
Abu Sufyan tahu betul bahwa kaum muslimin tidak akan tinggal diam dan mereka segera mengirimkan jawaban atas pengkhianatan ini. Abu Sufyan mengharap bisa bertemu dengan Rasulullah saw di Madinah dan meminta maaf atas tragedi tersebut.
Masih di hadapan Rasulullah saw, Abu Sufyan meminta agar beliau tetap mau memegang perjanjian Hudaibiyah. Akan tetapi, beliau menampik permintaan itu, sehingga Abu Sufyan kembali ke Makkah dengan kecewa.
Segera Rasulullah saw memerintahkan pasukannya untuk siaga. Sebanyak 10000 laskar kaum muslimin menyatakan siap sedia untuk mengambil bagian dalam peperangan selanjutnya. Beliau menugaskan sejumlah prajurit agar berjaga-jaga di sekeliling kota untuk mencegah siapa saja yang hendak meninggalkan kota dan meyebarkan berita kepada kafir Quraisy dalam hal ini.
Tetapi seorang pengkhianat keji bernama Hathib membocorkannya kepada kaum musyrik Makkah. Dengan dalih risau akan keselamatan keluarganya, Hatib mengutus seorang kurir wanita untuk menyebarkan berita ini.
Niat busuknya segera diketahui. Surat yang berisi bocoran tentang persiapan kaum muslimin berhasil digeledah. Rasulullah saw memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk melakukan pemboikotan sosial terhadap Hathib, si pegkhianat Islam itu. Sesungguhnya hukuman boikot itu lebih buruk daripada hukuman mati.
Pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriah, Rasulullah saw memerintahkan pasukannya dan sebagian kaum muslimin untuk bergerak cepat. Mereka harus sampai di kota Makkah dalam waktu satu minggu. Beliau beserta pasukan dan seluruh kaum muslimin yang menyertai beliau mendirikan tenda di dekat kota Makkah.
Rasulullah saw memberikan komando kepada pasukan muslimin untuk berpencar pada malam hari dan menyalakan api unggun di mana-mana. Pihak musuh berfikir bahwa sebuah pasukan besar telah tiba dari Madinah. Musuh pun menjadi ketakutan. Mereka menyangka bahwa pasukan dalam jumlah raksasa akan menyerang.
Malam harinya, gurun di sekeliling kota Makkah menjadi terang benderang dengan nyala api unggun di mana-mana. Suara riuh dan slogan-slogan kaum muslimin berkumandang, unta-unta dan kuda-kuda meringkik. Ketika Abu Sufyan beserta sekelompok Quraisy datang menyaksikan hal ini, ia merinding ketakutan. Ia menyampaikan kepada kaumnya bahwa ia tidak pernah menyaksikan pasukan sebesar ini selama hidupnya.
Abu Sufyan datang menjumpai Abbas bin Abdul Muthalib untuk meminta usulan darinya. Dengan maksud untuk berdamai, Abbas membawanya datang untuk menemui Rasulullah saw, sang panglima tertinggi kaum muslimin.
Demi kemaslahatan dan kejayaan Islam, Rasulullah saw mengatakan kepada Abu Sufyan agar dapat meyakinkan penduduk kota Makkah, bahwa siapa saja yang mencari perlindungan hendaknya memasuki rumah Abu Sufyan. Setelah mendengar pandangan Rasulullah saw, ia bertolak kembali ke Makkah dengan membawa ampunan dari beliau.
Sesampainya di Makkah, Abu Sufyan mengingatkan penduduk kota bahwa kaum muslimin akan datang dengan pasukan raksasa. Untuk menghindari pertumpahan darah, maka sebaiknya mereka menyerah dan membiarkan kaum muslimin memasuki kota Makkah.
Akhirnya kota Makkah dapat dikuasai dengan damai tanpa adanya pertumpahan darah.

Pengampunan Umum

Sekelompok kaum muslimin, khususnya para pengungsi yang pernah diperlakukan secara kejam oleh Quraisy, berniat menuntut balas terhadap orang-orang Makkah yang menyiksa dan mengusir mereka dari kota.
Akan tetapi, Rasulullah saw mengumumkan “Pengampunan Umum” untuk warga makkah, bahkan untuk mereka yang telah melakukan penyiksaan dan pengusiran terhadap kaum muslimin.
Setelah merobohkan semua patung dan berhala satu persatu, Rasul saw memerintahkan Bilal untuk menaiki Ka’bah dan mengumandangkan gema Tauhid: “Allahu Akbar, La ilaha illallah, Muhammad rasulullah”.
6.Perang Hunain
Setelah kejatuhan pusat kekuatan kaum musyrikin oleh kaum muslimin, para penyembah berhala itu tetap diperbolehkan tinggal di sekeliling Ka’bah. Mereka merasa malu dan bagitu ketakutan. Oleh karena itu, mereka mengundang kabilah masing-masing untuk berkumpul.
Mereka memutuskan bahwa untuk mengalahkan kaum muslimin, hendaknya mereka bersekutu dalam menghancurkan pasukan muslimin itu. Dalam pertemuan itu, diputuskanlah kepala kabilah Hawazin sebagai panglima mereka.
Mendengar berita ihwal pertemuan itu, Rasulullah saw mengirimkan seorang mata-mata untuk mengintai keadaan musuh dan mencari informasi tentang kesepakatan perang yang ditandatangani oleh kabilah-kabilah itu. Mata-mata itu berhasil mendapatkan informasi dan segera melaporkannya kepada beliau.

Persiapan Menjelang Perang Hunain

Mendapatkan berita tentang rencana penyerangan tersebut, Rasulullah saw tidak tinggal diam. Panglima besar kaum muslimin itu segera memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan bergerak menuju lembah Hunain. Para pejuang itu bergerak pada 5 Syawal tahun 8 H.
Malik, panglima tentara kafir, mengutus tiga orang prajuritnya untuk memata-matai pasukan muslimin. Mereka menyaksikan kehebatan pasukan muslimin dan melaporkan hasil pengintaiannya itu kepada Malik. Ia merasa bahwa mereka tidak memiliki daya untuk menghadapi pasukan muslimin. Ia lalu memerintahkan pasukannya untuk menaiki bukit yang berada di lembah itu, sehingga mereka mendapatkan posisi yang strategis. Dari puncak bukit itu mereka berencana untuk menyergap jika pasukan musuh terlihat.
Pasukan muslimin tiba di lembah Hunain pada malam Selasa tanggal 10 Syawal. Pasukan Islam beristirahat di tempat itu. Rencananya, mereka akan bergerak memasuki lembah Hunain pada Shubuh hari.
Pihak musuh yang telah siaga menyambut kedatangan mereka dengan bersembunyi di balik ilalang. Setelah melihat musuh menampakkan diri, mereka lalu menyergap dari empat penjuru.
Di tengah kegelapan malam, kuda-kuda yang ditunggangi pasukan muslimin itu membuat kegaduhan. Kegaduhan ini menjadi ramai oleh sekitar 2000 muallaf (muslim baru). Para muallaf itu melarikan diri, dipimpin oleh Khalid bin Walid. Pelarian diri itu telah membuat musuh menjadi tambah semangat untuk menceraiberaikan pasukan muslimin.
Hanya 10 orang sahabat yang bersiaga di samping Rasulullah saw. Merekalah yang membela beliau dari ancaman pedang musuh. Beliau memerintahkan mereka untuk lari mencari pertolongan. Abbas berteriak dengan suara lantang, memanggil sahabat-sahabat yang melarikan diri itu. Musuh yang pada awalnya meraih kemenangan itu, lambat laun menjadi lemah akibat kembalinya pasukan muslimin yang melarikan diri tadi.
Walhasil, benteng pertahanan musuh dihancurkan. Musuh lari tunggang langgang meninggalkan peralatan tempur mereka. Rasulullah saw memerintahkan beberapa orang sahabat untuk mengejar musuh yang melarikan diri sehingga mereka menjadi tidak berdaya. Maksud pengejaran ini adalah agar tidak tersisa lagi musuh yang bisa melakukan perlawanan militer di kemudian hari.
Para sahabat yang mengejar musuh itu berhasil menunaikan tugas mereka. Atas keberhasilan pasukan muslimin menaklukkan musuh, Rasulullah saw kemudian membagikan harta rampasan perang kepada kaum muslimin.
7. Perang Tabuk
Pada bulan Rajab tahun ke-9 H, Rasulullah saw menerima laporan bahwa kaum muslimin yang bermukim di barat daya perbatasan Arabia, mendapat ancaman dari kekaisaran Romawi dan berniat untuk menyerang wilayah-wilayah Islam.
Setelah mempersiapkan pasukan, Rasulullah saw mengumumkan rencananya kepada khalayak ramai. Cara ini berbeda dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat sebelumnya. Dahulu, beliau merahasiakan niatnya. Kali ini beliau memberitahukan kepada khalayak secara terbuka.
Masyarakat mempersembahkan segala sesuatu yang diperlukan oleh pasukan muslimin. Mereka dengan antusias dan penuh semangat mengorbankan harta, bahkan kaum wanita merelakan simpanan perhiasan mereka untuk digunakan dalam peperangan.

Makar Kaum Munafik

Bersamaan dengan bergeraknya pasukan muslimin, orang-orang munafik mulai menebarkan hasutan, menciptakan semangat anti perang dan menanamkan rasa takut dalam diri pasukan muslimin akan kehebatan pasukan Romawi.
Mereka melakukan berbagai cara, di antaranya ialah membangun sebuah masjid dengan nama “Masjid Dhirar” sebagai pusat penyebaran propaganda anti perang itu. Mereka berharap agar orang-orang tidak ambil bagian dalam jihad itu.
Syukurlah, berkat kesigapan dan ketegasan, Rasulullah saw berhasil menggagalkan persekongkolan orang-orang munafik itu.
Atas perintah Rasulullah saw, rumah tempat berkumpulnya orang-orang Yahudi dan kaum munafik itu dibakar oleh massa. Dengan cara demikian ini, persekongkolan yang mereka galang berhasil ditumpas.

Persiapan Perang Tabuk

Sebanyak 30000 pasukan muslimin meninggalkan kota Madinah. Jumlah pasukan ini adalah yang terbesar dari yang sebelumnya. Rasulullah saw sendiri yang menjadi panglima pasukan itu. Beliau memeriksa persiapan-persiapan pasukannya. Setelah itu, panglima muslimin itu berpidato di depan pasukannya.
Beliau menunjuk Ali bin Abi Talib sebagai pemimpin di Madinah selama kepergiannya beserta pasukan muslimin ke Tabuk.
Mereka tiba di padang Tabuk yang panas membara setelah menempuh perjalanan sejauh 600 kilometer. Namun, mereka terkejut setibanya di tempat itu. Mereka tidak melihat tanda-tanda pasukan Romawi.
Sepertinya, pihak musuh telah mengetahui gerakan pasukan muslimin yang penuh semangat untuk mati syahid. Pemimpin Romawi memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari arah utara.
Pasukan muslimin berdiam di Tabuk selama 20 hari sebelum kembali ke Madinah, tanpa terjadi pertempuran apa pun.

Persekongkolan Kaum Munafik

Sekembalinya dari Tabuk, sekelompok orang munafik memendam niat jahat kepada Rasulullah saw. Mereka bermaksud untuk membunuh panglima orang-orang pencinta kebenaran itu. Kaum munafik yang ikut serta dalam perjalanan ke Tabuk itu hanyalah didorong oleh rasa takut kepada kaum muslimin lainnya.
Mereka ingin menakut-nakuti unta tunggangan Rasulullah saw dengan bersembunyi di balik bukit. Bila beliau terjatuh, mereka mudah membunuhnya. Tapi niat keji itu tersingkap dan membuat orang-orang munafik melarikan diri. Pasukan muslimin ingin segera menghabisi hidup kaum munafik itu, namun Rasulullah saw meminta mereka untuk membiarkannya.
Sekembalinya dari Tabuk, Rasulullah saw memerintahkan kaum muslimin untuk menggusur Masjid Dhirar. Perintah ini beliau sampaikan setelah menerima wahyu dari Allah SWT.
Peperangan Tabuk merupakan unjuk kekuatan pasukan muslimin. Seluruh kaum muslimin mengambil bagian dalam pertempuran ini.
Melihat kekuatan yang begitu besar, negara-negara tetangga dan orang-orang kafir menjadi enggan terlibat dalam persekongkolan untuk merongrong pemerintahan Islam.

Pembersihan Orang-orang Kafir

Hingga tahun ke-9 Hijriah, orang-orang kafir masih menunaikan ibadah Haji sesuai dengan kebiasaan nenek moyang mereka. Pada tahun yang sama, surat Al-Bara’ah atau At-Taubah diturunkan.
Rasulullah saw mempercayakan surat itu kepada Ali dibacakan di hadapan orang-orang kafir Makkah. Beliau memerintahkan Ali untuk menyampaikan, “Tidak diperbolehkan orang-orang kafir memasuki rumah suci Ka’bah, terhitung sejak hari ini. Dan mulai hari ini, tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah di sekitar Ka’bah dengan telanjang.”
Sesuai perintah Rasulullah saw, Ali berangkat menuju Makkah dan membacakan surat Al-Bara’ah yang baru saja diturunkan, dan ditujukan kepada orang-orang kafir itu agar menghentikan kemusyrikan mereka.
Di tengah para jemaah haji, Ali menyerukan, “Wahai sekalian manusia, tidak akan ada orang kafir yang masuk surga, tidak akan ada orang musyrik yang berhaji setelah tahun ini, tidak akan ada orang telanjang yang bertawaf, dan siapa saja yang punya perjanjian damai dengan Rasulullah, maka ia punya kesempatan sampai berakhirnya masa perjanjian itu.”

Mubahalah (Saling Memohon Kutukan dari Allah SWT)

Rasulullah saw mulai mengirimkan surat kepada penguasa-penguasa yang ada di dunia. Beliau mengirimkan surat kepada keuskupan di Najran dan mengajak orang-orang Kristen yang ada di sana untuk memeluk Islam. Bila menolak, mereka diharuskan untuk membayar jizyah (pajak) sebagai bentuk dukungan mereka kepada pemerintahan Islam.
Sang uskup telah membaca ihwal kedatangan seorang nabi baru setelah Isa putra Maryam as. Dia juga mengetahui kedatangannya melalui Kitab Suci Nasrani. Kemudian dia segera mengirimkan utusan ke Madinah untuk mencari tahu kebenaran berita itu.
Sesampainya di Madinah, mereka memulai dialog dengan Rasulullah saw pada kesempatan itu, beliau menjelaskan ajaran-ajaran Islam yang lurus, sementara mereka menanyakan ihwal Nabi Isa Al-Masih as, “Apakah ia anak Allah ataukah anak Maryam?”
Rasul saw menjawab, “Sesungguhnya Isa Al-Masih tidak lain adalah rasul Allah, sama seperti rasul-rasul yang telah mendahuluinya, dan ibunya adalah wanita tepercaya. Mereka berdua memakan makanan.” (QS. Ali ‘Imran: 59), “Dan ihwal Isa di sisi Allah seperti Adam yang telah diciptakan Allah dari tanah, lalu berkata kepadanya, ‘Jadilah’, maka terjadilah ia.” (QS. Ali ‘Imran: 61)
Namun, utusan Najran sebanyak 60 orang itu tetap saja menolak untuk beriman kepada Rasul saw.
Malaikat Jibril as. turun menyampaikan wahyu dari Yang Maha Kuasa kepada Nabi saw. Dalam wahyu tersebut, Allah menyerukan beliau dan orang-orang Najran untuk bermubahalah, yakni memohon kepada Allah SWT agar mengutuk siapa yang sebenarnya berdusta.
Ketika saat mubahalah itu tiba, Rasulullah saw hanya membawa empat orang keluarganya dari Ahlulbait, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain. Sewaktu orang-orang Nasrani itu melihat beliau datang beserta rombongan pilihannya, pemimpin Nasrani itu berkata, “Demi Tuhan! Saya meyaksikan wajah-wajah yang jika mereka memoon kepada Allah untuk menumbangkan sebuah gunung, niscaya gunung itu akan tumbang. Jangan kamu melakukan mubahalah dengan mereka. Jika tidak, kamu semua akan musnah dan tak seorang pun Nasrani yang akan tersisa di muka bumi ini.”
Akhirnya, mereka setuju untuk membayar pajak. Diputuskan bahwa orang-orang Nasrani akan membayar sebanyak 2.000 Hullas (jubah) dan 30 busur panah kepada kaum muslimin.

Haji Wada’ (Perpisahan)

Pada bulan Dzulhijah tahun ke-10 Hijriah, Nabi saw mengumumkan akan menunaikan haji tahun itu. Beliau berpesan, bahwa siapa saja yang mau menyertainya segera mempersiapkan diri.
Berita ini menciptakan semangat dan kegembiraan di kalangan kaum muslimin. Bersama Nabi saw, mereka mempersiapkan diri menyambut pesan beliau itu. Rasulullah saw menunjuk Abu Dujanah sebagai wakil beliau di Madinah. Beliau beserta sahabat-sahabat lainnya bergegas menuju Makkah.
Rasulullah saw memulai pelaksanaan rukun ibadah Haji di Dzulhulaifah dan melantunkan Labaik. Dari Dzulhulaifah, Rasulullah saw bertolak menuju Makkah.
Setelah sepuluh hari tiba di Makkah, beliau memasuki Masjidil Haram dan melaksanakan rukun-rukun Haji lainnya. Hari berikutnya, beliau menyampaikan pidato di Mina. Beliau bersabda, “Kita membutuhkan kemapanan dalam pemerintahan Islam.”

Ghadir Khum

Pada hari Kamis, 18 Dzulhijah, Nabi saw tiba di dekat ladang Juhfah. Pada saat itu, malaikat Jibril as menyampaikan wahyu dari Tuhan yang harus beliau sampaikan. Rasulullah saw mengumpulkan para sahabat dengan mengatakan bahwa beliau akan mengumumkan suatu pesan yang sangat penting.
Ratusan jamaah Haji berkumpul pada pelaksanaan acara pidato Rasulullah saw. Telinga mereka dipasang baik-baik untuk mendengarkan pesan yang akan disampaikan beliau, “Segala puji dan puja bagi Allah Yang Maha Kuasa. Hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan dan keimanan, Dialah tempat tumpuan hajat manusia. Aku (Muhammad saw) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad saw adalah hamba dan utusan-Nya.
“Wahai kaum muslimin! Aku segera meninggalkan kalian semua dan kutinggalkan dua wasiat yang berharga kepada kalian, yaitu Al-Qur’an dan Ahlulbaitku. Keduanya tidak akan terpisah satu sama lain sampai kalian menjumpaiku di telaga Kautsar (pada Hari Pengadilan). Oleh karena itu, jagalah mereka dan jangan kalian tinggalkan. Jika kalian tinggalkan wasiat ini, maka kalian akan binasa.”
Kemudian beliau meraih tangan Ali bin Abi Thalib dan mengangkatnya seraya bersabda, “Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpin kalian sepeninggalku. Ya Allah! cintailah orang-orang yang mencintai Ali dan musuhilah orang-orang yang memusuhi Ali. Tolonglah orang-orang yang menolong Ali dan binasakanlah orang-orang yang membinasakan Ali.”

Wafatnya Nabi Saw

Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan itu, Rasulullah saw jatuh sakit. Sekelompok orang memanfaatkan keadaan, dan nabi-nabi palsu pun bermunculan. Setelah Rasulullah saw mendengar berita ini, beliau memerintahkan untuk memerangi mereka.
Suatu hari, Nabi saw yang dalam keadaan payah dibantu oleh Ali bin Abi Thalib guna berziarah ke kuburan sahabat-sahabatnya yang telah gugur di pekuburan Baqi’. Setelah itu, beliau meminta Imam Ali untuk membawanya pulang kembali.
Hari demi hari berlalu, sakit Nabi saw bertambah serius dan parah, hingga insan kamil itu menghembuskan nafasnya yang terakhir di pangkuan Ali. Manusia suci itu telah kembali menghadap kekasihnya Yang Mahakasih pada hari Senin 28 Shafar tahun ke-11 H. Mangkatnya beliau menyebabkan dunia Islam berkabung dan berduka.

Mutiara Hadis Rasulullah Saw

• “Seburuk-buruk manusia di hadapan Allah SWT adalah seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya dan tidak mengambil manfaat dari ilmu yang dimikinya.”
• “Semulia-mulia rumah adalah rumah yang di dalamnya anak-anak yatim disantuni dengan kasih sayang dan cinta.”
• “Barang siapa beriman pada Allah SWT, hari akhir dan janji-janji Allah SWT, hendaknya menunaikan amanat dan janjinya.”
• “Tatapan seorang anak kepada orang tuanya karena kasih sayang adalah ibadah.”
• “Sahabat yang berbudi luhur dan mulia sungguh lebih berharga daripada harta benda.”

Riwayat Singkat Rasulullah Saw

Nama        : Muhammad.
Ayah         : Abdullah bin Abdul Muthalib.
Ibu            : Aminah binti Wahab.
Kelahiran : Makkah, Sabtu 17 Rabiul Awal, Tahun Gajah.
Wafat       : Senin, 28 Safar 11 H.
Makam    : Madinah Al-Munawwarah.
Read more...

Labels

 
Ariq Anhasdio © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

You can add link or short description here